Tips Menabung Saham Dengan Gajih UMR
Cukup banyak orang yang bertanya-tanya, kapan harus beli saham? Kapan jual saham? Sama kayak gini nih, kapan masuk atau kapan keluar?. Tak luput jua, biasanya dengan pertanyaan, kalau beli di harga berapa?. Terus, sebanyak apa?
Artikel kali ini, Admin akan coba jelasin salah satu metode membeli saham yang sekiranya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Metode tersebut dinamakan Dollar Cost Averaging (DCA) dan Admin juga akan jelasin buktinya, kenapa DCA ini pada akhirnya mampu menjadi salah satu pilihan yang menguntungkan ketika kita mau mulai menabung saham.
Kini Admin akan jelasin dengan sebuah cerita. Karena Admin akan memberikan bukti keberhasilan metode DCA ini, latar waktu yang Admin gunakan dalam cerita adalah tahun 2014 dan 2004. Terus, apakah Anda bisa memakai metode DCA ini di waktu sekarang (2023)Ya, seharusnya Anda bisa merangkum sendiri di akhir artikel nanti. Kita mulai ya. Suatu ketika, Anda sudah selesai sekolah, baik itu SMP, SMA, atau Kuliah. Anda tinggal di Jakarta, dan akhirnya sudah dapet kerja dengan gaji UMR (Upah Minimum Regional). Saat itu adalah tahun 2004. Sebagai keterangan, UMR DKI Jakarta tahun 2004 adalah Rp671,600 data ini Admin ambil dari Badan Pusat Statistik. Kemudian, Anda berpikir, gimana ya cara saya menabung sebagian dari uang ini. Akhirnya, Anda memutuskan untuk menyisihkan sekitar 30 persen dari gaji Anda saat ini, untuk ditabung dalam bentuk saham. Dan Anda bertekat, akan konsisten menyisihkan uang 30 persen dari gaji tadi selama 12 bulan (1 tahun). Kenapa cuma 1 tahun? karena Anda sendiri tahu, menyisihkan 30 persen dari gaji UMR itu adalah hal yang sulit. Jadi Anda men-challenge diri Anda, menantang diri Anda, untuk mencoba nabung 1 tahun dulu. Saat ini tahun 2004, Anda punya gaji setingkat UMR yaitu Rp671,000, pengen nabung sekitar 30 persen yaitu Rp200,000 dan Anda ingin konsisten, beli selama 12 kali dalam 1 tahun. Yang berarti, 1 bulan 1 kali beli (sahamnya).
Pilih Perusahaan
Anda harus pilih perusahaan apa yang mau kita beli. Saran Admin yang paling simpel dan Anda nggak usah analisis terlalu mendalam adalah beli perusahaan yang produk yang Anda kenal, atau bahkan Anda pakai sehari-hari. Contohnya, Bank BRI, karena misalnya ternyata Anda dan keluarga Anda adalah nasabah dari Bank BRI pada saat itu. Jadi Anda berpikir, Ya sudahlah, saya juga pake produknya. Jadi Anda pikir Bank BRI akan bertahan dalam jangka panjang.Orang yang pakai produknya saja banyak.
Tujuan
Tujuan Anda dalam misi kali ini adalah, membeli saham Bank BRI dengan budget Rp200,000 per bulan, dan dilakukan selama 12 bulan. Singkat cerita, Anda sudah berhasil nih, sampai kepada bulan Desember tahun 2004. dan Anda juga sudah melakukan pembelian ke-12. Yang mana, tabel pembeliannya Anda rangkum.
Anda beli saham Bank BRI di bulan Januari tanggal 4, yang mana pada saat itu harga saham Bank BRI adalah Rp125 perak per lembarnya. Jadi dengan Rp200,000 Anda dapet berapa lot nih? Ternyata Anda dapet 16 lot. Dan saat itu harganya pas Rp200,000 jadi nggak ada kembaliannya. alias kembaliannya 0 rupiah. Ini ngomong-ngomong, belum biaya sekuritas ya tapi bisa kita abaikan karena nggak terlalu signifikan biayanya.
Misalnya lagi nih, di bulan Juni tanggal 6, Anda beli saham Bank BRI yang saat itu harga saham per lembarnya adalah 155 perak. Jadi dengan Rp200,000 Anda dapet 12 lot, dan Anda masih dapet kembalian Rp14 ribu. Sisanya, Anda tinggal baca sendiri. Saat ini kan tadi bulan Desember tahun 2004. Di akhir tahun tersebut, ketika Anda konsisten untuk menabung Rp200,000 per bulan selama 12 bulan, akhirnya setelah dihitung-hitung, Anda punya totalnya 137 lot saham Bank BRI. Dengan total nilai investasi, atau menabung saham yang Anda lakukan adalah Rp2,3 juta sekian. Dan masih ada sisanya, totalnya Rp73 ribu dari budget belanja saham Anda dalam satu tahun yang nggak jadi dibeliin saham. Berarti, saat ini Anda punya 13,700 lembar saham Bank BRI ketika Anda investasi sebesar Rp2,3 juta. Yang artinya, 1 lembar saham Bank BRI yang Anda punya harga rata-ratanya adalah Rp169,8 perak. Pada saat itu, harga saham Bank BRI di pasar adalah Rp245 perak 1 lembarnya. Sedangkan, Anda punya 13,700 lembar saham Bank BRI dengan rata-rata harganya Rp169,8 perak 1 lembarnya. Berarti saat itu saja Anda untung 44 persen dari saham yang Anda pegang. Ini nama lainnya adalah Capital Gain( selisih dari harga jual dan beli).
Apakah Anda sudah bisa menjualnya? tentu aja bisa. Anda selalu bisa memilih untuk jual kapan pun. 44 persen itu udah sangat jauh dari bunga deposito. Apakah Anda sudah untung saat ini kalau Anda jual? Ya untung.
Skenario pertama adalah, Anda jual saat itu juga 137 lot saham yang Anda punya di harga Rp245 perak 1 lembarnya. Anda berhasil dapet uang Rp3,3 juta. Woww! Anda dapet untung Rp1 juta, dari Rp2,3 juta yang Anda tabung dari awal tahun. Apakah itu membuat Anda senang? Tentu aja iya, karena Anda belom liat skenario kedua.
Nah, skenario kedua adalah, Anda merasa takjub nih, karena 1 tahun saja uang Anda sudah berkembang 44 persen dari semula. Kemudian Anda memiliki mindset, untuk menyimpannya dalam waktu yang lama. Karena Anda yakin dalam jangka panjang, akan bisa lebih dari 44 persen. Jadi Anda tidak menjualnya pada saat itu. Anda memilih untuk melanjutkan kehidupan seperti biasa saja. Tahun 2005 dan seterusnya, Anda tidak berniat untuk nabung segila tahun 2004 kemarin, karena Anda mikir, menyisihkan 30 persen gaji UMR Anda saja itu sudah mati-matian. potong budget sana, potong budget sini, makan harus dihitung-hitung, beli barang yang dimau harus ditahan-tahan, demi bisa nabung 30 persen dari gaji UMR yang Anda punya. Dan ya sudah Anda menjalani kehidupan seperti biasa saja setelah itu. Gak pernah beli-beli saham lagi. Kemudian Anda sadar nih, setelah pandemi ini, kok saham lagi rame ya dibahas dimana-mana? dan Anda misalnya baru inget, "oh iya, saya kan punya 137 lot saham Bank BRI waktu tahun 2004." "sekarang (ada) berapa ya?" Apakah untungnya udah lebih dari 44 persen? Kemudian Anda bukalah portofolio (saham) Anda yang ternyata, isinya bukan lagi untung 44 persen. Melainkan, dana Anda di awal tadi, udah berkembang keuntungannya menjadi 2,780 persen. Uang Anda yang tadinya Rp2,3 juta sekarang nilainya jadi Rp64,6 juta. Gila, kan? Nilai sahamnya udah berkembang menjadi 27 kali lipat dari dana yang diinvestasikan di awal. Terus bukan hanya nilainya yang bertambah, tapi Anda juga mendapatkan keuntungan dari dividen yang rutin dibagikan oleh Bank BRI dari tahun 2005 sampai 2020. Yang ternyata dari 137 lot saham Bank BRI Anda tadi, total nilai dividen yang diterimanya adalah Rp11,5 juta. Padahal kalau dipikir-pikir, dana yang Anda gunakan untuk beli sahamnya saja itu cuma Rp2,3 juta Dividennya sudah jauh melebihi dari apa yang Anda bayarkan di tahun 2004. Jadi total kekayaan Anda di rekening saham saat ini adalah Rp76,2 juta. Rp64,6 juta berbentuk saham yang nilainya akan terus berkembang, Rp11,5 juta dalam bentuk cash hasil dividen. Bukan lagi (cuma) Rp2,3 juta Ini adalah skenario kedua, dimana Anda tetep pegang sahamnya karena Anda tau perusahaan Bank BRI akan memberikan keuntungan kepada pemegang sahamnya dalam jangka panjang. Itu kalau Anda menggunakan metode Dollar Cost Averaging di tahun 2004. Di tahun lainnya gimana? Nih, misalnya di tahun 2014. Coba kita itung ya, masih sama konsepnya kayak tadi, kita sisihkan 30 persen dari UMR jakarta yang pada saat itu UMRnya adalah Rp2,441,000 berarti dana yang bisa kita pakai untuk investasi adalah Rp730,000 datanya adalah sebagai berikut. Di akhir tahun, Anda dapet 39 Lot saham Bank BRI dengan total nilai investasi adalah Rp7,6 juta dan harga rata-rata saham per lembar yang Anda pegang adalah Rp1,970 Kalau Anda jual di bulan Desember, itu sahamnya pun kebetulan udah naik, karena saat itu harga per lembarnya adalah Rp2,280 Jadi posisinya, lo udah untung 15,7 persen. Skenario yang pertama, Anda jual saat itu juga, dan Anda dapet untung 15,7 persen dari hasil investasi Anda. Skenario kedua, kalau Anda tetep pegang sahamnya, sampai hari ini, di bulan Januari 2021. Keuntungan Anda bukan lagi 15,7 persen. Melainkan jadi 240 persen. Tabungan saham Anda yang tadinya nilainya Rp7,6 juta di akhir tahun 2014, sekarang, di awal tahun 2021 nilainya udah naik menjadi Rp18,4 juta. Dan itu belum ditambah dividen yang nilainya adalah Rp2,3 juta Jadi, total kekayaan yang Anda punya adalah Rp20,8 juta bukan lagi hanya Rp7,6 juta.
Kesimpulannya apasih Admin ceritain hal tersebut? Nabung saham Bank BRI di 2004 dan 2014 dengan Dollar Cost Averaging?. Setidaknya, ada 5 poin yang bisa diambil. Yang pertama, pertanyaan kita di awal tadi, salah satu yang bisa menjadi jawabannya adalah DCA alias Dollar Cost Averaging. Maksudnya gimana sih, metode ini? gitu kan. Jawab aja pertanyaan ini, "kapan beli saham?" jawabannya adalah 'kapan aja.' "di harga berapa?" 'di harga berapa aja' "berapa banyak?" 'sesuaikan aja dengan budget yang kita punya.' Yang nanti hasilnya adalah Anda dapet harga saham Bank BRI dengan harga rata-rata ketika Anda melakukan pembelian itu secara berkala. Simpel banget kan? Apakah cara ini mampu menghasilkan keuntungan? tentu aja bisa. Contohnya tadi, Bank BRI. Namun, syaratnya adalah, yang paling utama, pilihlah perusahaan yang baik. Kalau Anda belum bisa sedikit analisis, saran Admin, selalu pilih saham perusahaan yang Anda kenal produknya, atau bahkan Anda pakai produknya. Apakah ada metode lain untuk membeli saham? Yaa ada. Tapi di artikel kali ini Anda belajar tentang DCA.
Tips
1. Jadikan waktu sebagai teman
waktu adalah teman. Sudah memilih perusahaan yang baik, apakah itu aja cukup untuk bisa menghasilkan keuntungan di saham? tentu aja belum. Mindset yang harus kita miliki sebagai pemegang saham adalah mengganggap waktu sebagai teman. Perusahaan sebaik apapun, tidak mungkin bisa meningkatkan nilai dari perusahaannya tanpa waktu yang cukup. Contohnya, IHSG, dari 2004 sampai 2021 sekarang, bisa naik 767 persen. Saham perusahaan yang baik, contohnya salah satunya Bank BRI, bisa naik 2780 persen dalam jangka waktu yang sama. Tentu aja kenaikan ini tidak bisa terjadi dalam sehari dua hari, atau sebulan dua bulan. Butuh perjalanan waktu yang memadai sebelum akhirnya hasil investasi kita memberikan manfaat.
2. Tingkatkan kekayaan memegang saham
Perusahaan baik akan meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya. Singkatnya, ada usaha bakso, modalnya Rp10 juta, setahun kemudian dapet untung bersih Rp2 juta. Dibagilah 50:50 nih. 50 persen ke pemegang saham, 50 persen ke perusahaannya untuk dijadikan modal tambahan. Sekarang, berarti modalnya jadi Rp11 juta. begitu terus bertahun-tahun. Sehingga, usaha bakso tadi, nggak akan cuma Rp11 juta lagi modalnya, akan terus bertambah seiring dia terus menghasilkan laba bersih. Kita dapet dividen dari saham baksonya, nilai lembaran saham baksonya tadi pun, itu terus meningkat. Sama seperti kasus Bank BRI yang udah kita bahas sebelumnya. Dalam jangka panjang, kita dapet 2 hal; capital gain dan dividen.
3. Jadikan keuntungan disaat harga saham turun.
Harga saham turun?. Kalau kita punya mindset yang bener tentang investasi di pasar modal, penurunan harga dari saham perusahaan yang baik harusnya merupakan kabar gembira. Karena dengan harga yang sama, kita bisa dapet lembaran yang lebih banyak dari saham tersebut. Kita tahu persis, harga saham dalam jangka pendek akan naik dan turun. Namun, ada kalanya terjadi krisis, yang menyebabkan harga saham apapun, mau yang baik mau yang buruk, itu pasti jatuh, bahkan jatuh sangat dalam. Kita sendiri (Indonesia) baru 3 kali mengalami krisis yang dalam seperti itu, yaitu tahun 1998, 2008, dan yang terakhir kemarin 2020. Bank BRI, sebelum ada krisis Covid, harga per lembarnya pernah menyentuh Rp4,740 Tapi, di bulan mei 2020, harga sahamnya turun sampai ke level Rp2240. Berarti, kalau Anda sempet beli sebelum pandemi, Anda akan rugi 52 persen. Uang Anda berkurang lebih dari setengahnya dalam jangka waktu 4 bulan. Penurunan harga saham perusahaan yang baik, apakah membuat Anda sedih? Harusnya tidak. Karena, yang tadinya Anda harus bayar Rp400 ribu untuk 100 lembar saham, sekarang, dengan uang yang sama, Anda bisa punya 200 lembar saham Bank BRI. Makanya, krisis itu bisa jadi titik masuk yang baik bagi orang-orang yang mau membeli saham. Tapi jangan harap krisis itu bisa terjadi terus menerus. Lagipula, tidak ada yang bisa memprediksi dan tidak ada yang mau juga akan terjadinya suatu krisis.
4. Fokus.
Fokus untuk meningkatkan sumber pendapatan. Kita harusnya sudah sepakat bahwa, Bank BRI adalah perusahaan yang baik. Dari 2004 hingga hari ini ketika sahamnya naik 2780 persen, apakah Anda harus melakukan sesuatu? Tidak. Dari 2014 sampai hari ini, sahamnya naik 240 persen, apakah Anda harus melakukan sesuatu? Tidak juga. Anda lupa atau Anda tidur pun, tidak masalah. Dia tetep bisa berkembang dari tahun ke tahun.
Poinnya apa sih? Poinnya adalah, Anda jangan khawatir ketika Anda memegang saham perusahaan yang baik. Nggak perlu dicekin setiap hari, saham perusahaan yang baik akan terus bekerja untuk Anda. Untuk meningkatkan nilai dari saham yang Anda pegang. Jadi, mendingan, daripada tidak ngapa-ngapain, coba tingkatin skill dalam diri Anda, dengan harapan, skill tersebut mampu menciptakan sumber pendapatan yang lain. Supaya Anda bisa membeli lembaran saham perusahaan yang baik lebih banyak lagi. Tidak usah Anda fokus kepada pergerakan harga yang terjadi setiap hari Senin sampai dengan Jumat (di pasar saham) Dalam jangka pendek, mau naik harganya, ya silahkan, mau turun, ya lebih bagus. Karena, dalam jangka panjang, saham-saham tersebut akan memberikan imbal hasil yang lebih dari memuaskan.
Semoga penjelasan tadi bukan hanya menjawab pertanyaan lo, "kapan harus beli saham?" "di harga berapa dan berapa banyak?" Tapi, semoga juga bisa memberikan lo sudut pandang atau mindset yang baru dalam berinvestasi saham. Untuk kapan harus jual saham, ada baiknya kita bahas di lain waktu. Pesen gue, tetep, dari dulu. Jangan malu, untuk belajar Saham Dari Nol.
Posting Komentar untuk "Tips Menabung Saham Dengan Gajih UMR"